November 9, 2012

Hamil dan melahirkan di Belanda


Kemarin, saya iseng nanya adik saya yang newly-wed itu; “udah isi blom?”. Jawab dia: “belum periksa ke dokter.” Saya jadi ingat beberapa waktu yang lalu sempat nanya hal yang sama ke seorang teman, lalu jawaban dia juga sama, belum ke dokter, padahal dia udah coba paketestpack di rumah dan hasilnya positif.
Memang di Indonesia segala sesuatu kudu nanya dokter dulu ya. Kayaknya selama belum ada statement resmi dari dokter, maka kehamilan itu sepertinya belum sah... hahahahaa.....

Waktu saya hamil juga begitu. Walau kami udah pake testpack 2 kali di rumah, dan hasilnya positif, kami tetap ke dokter juga. Bukan karena aturan disini, tapi karena kebiasaan Indonesia yang terbawa-bawa. Eh pas nyampe, dokter nanyanya begini; “emang ga periksa di rumah?” Tetoooootttt....hahahhaaaa... Tapi tetep juga saya diperiksa urin lagi sama pak dokter. Kayaknya untuk courtesy aja sih. Soalnya setelah itu dia bilang, “lain kali kalo hamil lagi, pake aja testpackdi rumah. Testpack di toko-toko reliable koq buat tes kehamilan. “ hahahahaa.... ;)


Pasti pada bertanya kan, kalo udah pake testpack lalu hasilnya positif, trus ngapain? Yaaa telpon dokter laaahhh... Tapi bukan dokter umum. Lebih tepatnya sih bukan dokter tapi verloskundigeatau bidan. Di Belanda, proses hamil dan melahirkan ditangani sepenuhnya oleh bidan. Jika terdapat komplikasi, barulah pasien dirujuk ke level yang lebih tinggi, yaitu dokter ginekolog. Jadi, selama kehamilan sehat dan tidak bermasalah, penanganan 'hanya' sampai tingkat bidan saja. 

Di Belanda ini kehamilan dianggap sebagai hal yang natural. Itu sebabnya para ibu hamil tidak di-treat seperti orang sakit. Makanya disini juga kita ga pernah ketemu ibu-ibu hamil yang manja setengah mati. Rata-rata mereka tetap (dan harus!) beraktifitas secara normal; baik itu belanja, beres-beres rumah, bahkan bersepeda (kadang dengan membawa anak diboncengan). Begitu pragmatisnya orang Belanda terhadap kehamilan sehingga mereka tidak mengenal penggunaan obat penguat janin seperti yang umum di negara *beep* wkwkwkwkkkk ;). Menurut mereka keguguran itu merupakan seleksi alam yang menyatakan bahwa janin tersebut lemah. Hal yang lemah tidak boleh dipaksakan menjadi kuat. Itu harus kuat secara natural. (Fyi, hal ini saya belajar ketika mengalami keguguran pada kehamilan pertama, dan mendapat omelan ketika pas hamil abang, kami minta obat penguat janin...wkwkwkwkkkk...)

Salah satu hal yang agak lain disini adalah ketika kita pertama kali melakukan kontrol kehamilan ke dokter/bidan, kita ditanyain apakah kehamilan ini dikehendaki atau tidak. Karena jika tidak, kita ditawarkan opsi untuk menggugurkan. Dan ini tidak berlawanan dengan hukum. Disini sangat sah untuk menggugurkan kandungan yang tidak diinginkan. (Untuk hal yang satu ini, saya sungguh tidak setuju!!!!!)


Selama periode kehamilan, ada pemeriksaan yang namanya 20-weken echo. Artinya, pada minggu ke-20 (ditolerir hingga minggu 21), kehamilan kita diperiksa secara menyeluruh dan mendalam untuk mengetahui kelengkapan organ tubuh, dan secara khusus untuk mempelajari kemungkinan adanya kelainan-kelainan atau cacat fisik pada bayi. Pada USG minggu ini juga kita bisa tau jenis kelamin bayi, dan biasanya, pada banyak kasus, ketepatannya sekitar 90%. Walaupun tentu saja, ini bukan jaminan pasti.

Lalu jika hasil pemeriksaan ditemukan ada cacat bawaan, gimana dong??? 
Jika ditemukan cacat yang serius, pasangan diberi kesempatan untuk mempertimbangkan kehamilan. Secara aturan di Belanda, aborsi atau penghentian kehamilan dianggap legal hingga usia kehamilan 24 minggu (lagi-lagi, saya tidak setuju!!!!!!)
Jika kehamilan sehat, maka USG berikutnya adalah di minggu ke-36 untuk mengetahui posisi/letak kepala bayi. Kalau kehamilan dianggap bermasalah atau ditemukan komplikasi, maka sejak minggu ke-36 pemeriksaan diambil alih oleh pihak rumah sakit (dalam hal ini dokter ginekolog). 

Karena waktu melahirkan abang saya c-section, maka walau tanpa keluhan yang berarti, pada kehamilan dedek saya langsung otomatis di ambil alih oleh dokter ginekolog. Jadinya, tiap minggu saya kontrolnya ke rumah sakit dan setiap kontrol selalu berkesempatan nengokin dedek dari layar monitor... Kebetulan dapet dokter yang baik, kami dikasih USG 3D dengan gratis. Aiihhh....yokattaaaaaa.....heheheheheee......


Walaupun tergolong negara maju, tapi untuk sebuah proses melahirkan, orang Belanda sangat konvensional. Jika sehat, mereka tetap memilih proses melahirkan spontan daripada cesar. Mereka percaya bahwa oleh Tuhan tubuh manusia wanita sudah dirancang secara natural, sedemikian rupa sehingga mampu untuk melahirkan secara spontan dan menahan rasa sakit bersalin. Karena itu opsi C-section ditawarkan hanya apabila terjadi komplikasi dalam proses melahirkan. Dan itu harus dengan persetujuan dokter ginekolog, bukan atas keputusan bidan sendiri, apalagi atas permintaan pasien. Yang menariknya, orang Belanda lebih senang jika melahirkan di rumah. Sebuah kebanggaan tersendiri sepertinya, jika bisa melahirkan di rumah sendiri. Benar-benar there's no place like home.

Pengalaman saya 2 kali lahiran di Belanda ini sungguh sangat menggemaskan. Waktu ngelahirin abang, mati-matian kami minta untuk lahiran spontan, tapi dokter tetap bersikeras dengan c-section karena kondisi saya dan abang yang sudah sangat exhausted. Giliran ngelahirin si dedek, susah payah kami minta cesar, eehhh dokternya malah keukeuh sama lahiran spontan... Aduuhhhh pusiinnggggg.....*pakegayadedek*

Aturan rumah sakit Belanda juga berbeda dengan Indonesia. Disini rumah sakit bukan 'hotel' untuk beristirahat. Karena itu, jika karena alasan medis seorang ibu harus melahirkan di rumah sakit, dalam beberapa jam setelahnya (atau paling lama keesokan harinya) ia langsung disuruh pulang.


Kalo gitu hamil dan melahirkan di Belanda kagak enak dong...????
Ngga juga aahhh... Memang siapapun juga saya yakin pasti lebih pengen hamil dan melahirkan di kampung sendiri. Tapi tetap ajalah menurut saya hamil dan melahirkan di Belanda itu cukup menyenangkan. Bukan saja kita dapat pengalaman baru, tapi juga secara klinis kehamilan kita aman dan terjaga. Segala sesuatu yang kita konsumsi kan cukup sehat disini. Udara yang kita hirup pun adalah udara segar. Dan karena orang Belanda sangat memperhatikan kesehatan, maka dalam hal medis pun segala sesuatu akan diupayakan dengan optimal untuk memastikan kesehatan ibu dan bayi.

Saya sempat juga sih dengar cerita-cerita ga sedap seputar pengalaman lahiran disini. Tapi prosentasenya sangat sedikit. Dan untuk kasus-kasus tak sedap, biasanya sih jika dirunut histori penyebabnya karena ada bawaan penyakit dari si ibu ato calon bayi. Jadi, sejauh ibu dan calon bayi sehat walafiat, segala sesuatu insyaallah akan baik-baik saja :).

Salah satu yang saya suka waktu hamil di Belanda adalah soal makanan. Ibu hamil disini tidak berpantang. Tentu saja kecuali makanan yang tidak matang, dan makanan produk susu fermentasi. Jangan heran berat badan saya naik seberat-beratnya, jaman lagi hamil dulu wkwkwkwkk.... 


Pasca melahirkan, pengalamannya gimana..???
Sesampainya di rumah, perawatan kita diambil alih oleh Kraamzorg (asisten rumah yang ditugaskan membantu ibu pasca bersalin). Penting untuk diingat bahwa setelah melahirkan (ketika masih di rumah sakit),  sang ayah harus segera menginformasikan Kraamzorg agar ketika ibu dan bayi pulang dari rumah sakit, kraamzorg sudah bersiap di rumah.

Kraamzorg atau asisten rumah ditempatkan di rumah untuk melayani kebutuhan ibu dan bayi selama 7 hari atau lebih, sesuai paket asuransi atau kesepakatan dengan pihak asuransi. Tugasnya mencakup pemeriksaan rutin ibu dan bayi pasca lahiran, misalnya mengontrol temperatur ibu dan bayi, memantau berat badan dan pola makan bayi, dan mengontrol luka bekas jahitan si ibu. Kraamzorg juga mengambil alih pekerjaan-pekerjaan rumah tangga yang biasa dikerjakan si ibu, seperti bersih-bersih, masak, cuci baju, setrika, bahkan sampai berbelanja kebutuhan rumah tangga di supermarket (tapi duitnya dari kita dong tentu saja hahahahaaa).

Soal verloskundige, pelayanan mereka tidak serta merta berhenti ketika kita melahirkan. Pasca lahiran, selama beberapa hari pertama bidan akan datang ke rumah untuk terus memantau pemulihan ibu dan perkembangan bayi pasca bersalin. Bidan juga akan memberikan rekomendasi posyandu (consultatiebureau) terdekat, untuk pemeriksaan reguler bayi dari usia 0 bulan hingga 4 tahun.


Berdasarkan pengalaman diatas, kesimpulan saya di Belanda ini hamil, melahirkan, hingga pasca melahirkan, segala sesuatu ditangani dengan sangat serius dan profesional. Sistem kesehatan Belanda menyediakan suatu support system yang paripurna sehingga ibu dan bayi dapat melewati semua dengan baik, bahkan hingga periode post-delivery. Saya saja yang pengalaman 2 kali mengalami komplikasi selama proses melahirkan, merasa cukup puas dengan penanganan yang saya terima disini, apalagi yang tidak mengalami komplikasi sama sekali. Betul tidak???


Hamil dan melahirkan di Belanda mungkin sangat berbeda penanganannya dengan hamil dan melahirkan di negeri sendiri. Tapi yang jelas, jika kita berkesempatan mengalaminya di Belanda, jangan khawatir. Segala bentuk layanan yang kita butuhkan selama periode kehamilan hingga lahiran, pasti tersedia. Yang ga tersedia mungkin cuma satu; dilayani sebagai bumil yang manja hehehehheee...... 

Happy preggy yaa bu Ibuuuu...... ^_____^

Until then...

Much Love,