As published on my Friendster's blog:
Dear Butterfly Admirer(s)... Hari ini 11 September lagi... Tadi malam Metro TV menyiarkan acara mengenang peristiwa 9/11. Dipaparkan bagaimana cemasnya Bush diatas Air Force One.... Diperlihatkan betapa khawatirnya orang2 disekelilingnya; mulai dari jajaran menteri, sampai staf keamanan biasa seperti pilot helikopter yang membawa Bush dgn Air Force One ke suatu tempat aman di Nebraska (kalo ngga salah inget...)
Intinya, semua khawatir dengan keselamatan, bukan hanya keselamatan diri sendiri, namun juga keselamatan presidennya; keselamatan bangsanya.
11 September 2001..., anganku mulai flash-back dengan keadaan yang terjadi saat itu. Pagi banget kami mahasiswa Indovers yg lagi mencari sekoper ilmu di Atlanta sedang sibuk chit-chat sambil nunggu profesor kami untuk kelas Econometric. Tiba2 alarm bunyi, dan kami disuruh mengosongkan kelas. Seluruh mahasiswa tumpah ruah di taman GSU sambil bingung bertanya what the heck is goin' on...
Akhirnya kami tau bahwa New York tlh 'diserang'. Kami dievakuasi, diminta segera pulang ke rumah masing2, karena ketakutan pemerintah bahwa Atlanta akan menjadi the next target mengingat CNN dan CDC headquarter berlokasi di Atlanta. (Kebayang ngga sih klo seandainya CDC di-bom teroris??? Seluruh kuman penyakit dari berbagai penjuru dunia akan menyebar di seantero Atlanta, bahkan Georgia. Waduhh makk...) Jalanan macet, penuh sesak dengan orang2 dan kendaraan2 yg sibuk lalu lalang bergegas ingin secepatnya tiba di rumah. Kami pun para Indovers ada diantara mereka. Hanya, yang membedakan adalah kecemasan tidak terpancar diwajah kami. Yang ada malah kami sibuk saling motret, dgn alasan biar ada kenang2an foto saat2 amerika krisis 9/11 *halaahhh*. Setiap selesai take picture salah satu dari kami dengan nada guyon berkata, "dasar melayu...!!!"....
Ngga hanya sampe disitu. Perjalanan kami pun end up bukan menuju ke apartemen masing2, melainkan beramai2 menuju Dunwoody, dengan tujuan yg sangat ironis: Shopping....!!!! Oh my God.....
Memang sulit jika rasa memiliki itu ngga ada. Jelas kami menikmati banget keadaan yang jarang terjadi tsb. Kapan lagi kami bisa ngeliat pemandangan seperti ini; kepanikan warga amrik. Toh, kami bukan orang Amerika. Kami hanya mahasiswa international, yang kalo toh worst case applied, kami memiliki jaminan dari embassy dan Usaid untuk memulangkan kami ke Indonesia dgn selamat.
Empati.... ya... empati.... Itu yang kami ngga punya. Rasa empati dengan kesusahan penduduk negeri Paman Sam. Di dunia yang semakin egois dan self-oriented ini, empati merupakan salah satu rasa yang semakin pudar keberadaannya dihati setiap insan yang mengaku manusia berakal budi dan beradab, ciptaan Tuhan termulia di dunia ini.
Sebagaimana otot semakin kuat jika dilatih, maka empati akan semakin mengakar di hati jika selalu digunakan dalam kehidupan bersosialisasi.
Ngga susah sebenarnya. Bisa dimulai dari peduli pada kesusahan keluarga, kemudian berkembang menjadi kepedulian kepada keadaan disekitar rumah. Maka rasa empati itu akan bertumbuh menjadi rasa empati yang lebih besar ruang lingkupnya; terhadap bangsa, negara, dan dunia. Ketika kita punya rasa memiliki, maka kita akan peduli. Ketika kita peduli, maka kita akan berempati. Ketika kita berempati, maka kita akan beraksi. Saat kita beraksi, saat itulah perubahan terjadi.
We make a living by what we get, but we make a life by what we give...... (anonymous)
Be blessed, everyone!!!
Posted by 'Cia Elfine' Waluyan on September 11, 2005 at 12:31 AM at Friendster's blog
Dear Butterfly Admirer(s)... Hari ini 11 September lagi... Tadi malam Metro TV menyiarkan acara mengenang peristiwa 9/11. Dipaparkan bagaimana cemasnya Bush diatas Air Force One.... Diperlihatkan betapa khawatirnya orang2 disekelilingnya; mulai dari jajaran menteri, sampai staf keamanan biasa seperti pilot helikopter yang membawa Bush dgn Air Force One ke suatu tempat aman di Nebraska (kalo ngga salah inget...)
Intinya, semua khawatir dengan keselamatan, bukan hanya keselamatan diri sendiri, namun juga keselamatan presidennya; keselamatan bangsanya.
11 September 2001..., anganku mulai flash-back dengan keadaan yang terjadi saat itu. Pagi banget kami mahasiswa Indovers yg lagi mencari sekoper ilmu di Atlanta sedang sibuk chit-chat sambil nunggu profesor kami untuk kelas Econometric. Tiba2 alarm bunyi, dan kami disuruh mengosongkan kelas. Seluruh mahasiswa tumpah ruah di taman GSU sambil bingung bertanya what the heck is goin' on...
Akhirnya kami tau bahwa New York tlh 'diserang'. Kami dievakuasi, diminta segera pulang ke rumah masing2, karena ketakutan pemerintah bahwa Atlanta akan menjadi the next target mengingat CNN dan CDC headquarter berlokasi di Atlanta. (Kebayang ngga sih klo seandainya CDC di-bom teroris??? Seluruh kuman penyakit dari berbagai penjuru dunia akan menyebar di seantero Atlanta, bahkan Georgia. Waduhh makk...) Jalanan macet, penuh sesak dengan orang2 dan kendaraan2 yg sibuk lalu lalang bergegas ingin secepatnya tiba di rumah. Kami pun para Indovers ada diantara mereka. Hanya, yang membedakan adalah kecemasan tidak terpancar diwajah kami. Yang ada malah kami sibuk saling motret, dgn alasan biar ada kenang2an foto saat2 amerika krisis 9/11 *halaahhh*. Setiap selesai take picture salah satu dari kami dengan nada guyon berkata, "dasar melayu...!!!"....
Ngga hanya sampe disitu. Perjalanan kami pun end up bukan menuju ke apartemen masing2, melainkan beramai2 menuju Dunwoody, dengan tujuan yg sangat ironis: Shopping....!!!! Oh my God.....
Memang sulit jika rasa memiliki itu ngga ada. Jelas kami menikmati banget keadaan yang jarang terjadi tsb. Kapan lagi kami bisa ngeliat pemandangan seperti ini; kepanikan warga amrik. Toh, kami bukan orang Amerika. Kami hanya mahasiswa international, yang kalo toh worst case applied, kami memiliki jaminan dari embassy dan Usaid untuk memulangkan kami ke Indonesia dgn selamat.
Empati.... ya... empati.... Itu yang kami ngga punya. Rasa empati dengan kesusahan penduduk negeri Paman Sam. Di dunia yang semakin egois dan self-oriented ini, empati merupakan salah satu rasa yang semakin pudar keberadaannya dihati setiap insan yang mengaku manusia berakal budi dan beradab, ciptaan Tuhan termulia di dunia ini.
Sebagaimana otot semakin kuat jika dilatih, maka empati akan semakin mengakar di hati jika selalu digunakan dalam kehidupan bersosialisasi.
Ngga susah sebenarnya. Bisa dimulai dari peduli pada kesusahan keluarga, kemudian berkembang menjadi kepedulian kepada keadaan disekitar rumah. Maka rasa empati itu akan bertumbuh menjadi rasa empati yang lebih besar ruang lingkupnya; terhadap bangsa, negara, dan dunia. Ketika kita punya rasa memiliki, maka kita akan peduli. Ketika kita peduli, maka kita akan berempati. Ketika kita berempati, maka kita akan beraksi. Saat kita beraksi, saat itulah perubahan terjadi.
We make a living by what we get, but we make a life by what we give...... (anonymous)
Be blessed, everyone!!!
Posted by 'Cia Elfine' Waluyan on September 11, 2005 at 12:31 AM at Friendster's blog